Mantri Pajak

KANAL INFO PRAKTIS PERPAJAKAN

 
Selamat Datang

Rahman.Sur's Profile
Absensi

By: TwitterButtons.com
By TwitterButtons.com


Facebook Badges


ShoutMix chat widget

Statistik

web site traffic stats

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Jangan Takut Lapor SPT Tahunan Tidak Diterima Petugas Pajak
27 Feb 2009
Kegiatan Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan merupakan rutinitas dan juga merupakan hajatan besar DJP (Kantor Pelayanan Pajak), bagi Wajib Pajak tahun ini merupakan tahun yang penuh dengan kemudahan ketika anda menyampaikan kewajiban melaporkan SPT Tahunan.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2009 tanggal 25 Pebruari 2009 tentang Tatacara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan merupakan sebuah terobosan dari DJP dalam rangka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada para Wajib Pajak.

Apa yang istimewa dari Perdirjen ini ?

1.  
Tempat untuk melaporkan SPT Tahunan lebih banyak pilihan -Tempat Pelayanan Terpadu di KPP, atau Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box-, apabila kita terdaftar di KPP A dan  melaporkan SPT Tahunan di KPP B atau di Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box bukan lagi persoalan dan SPT tetap diterima.
2.
SPT Tahunan yang akan disampaikan dimasukan kedalam amplop tertutup yang telah ditulis dengan Nama Wajib Pajak, NPWP,Tahun Pajak,Status SPT (N/KB/LB) dan No Telepon.
3.  
Petugas TPT/Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box langsung memberikan tanda terima SPT tanpa didahului penelitian atas kelengkapan SPT.
4.  
Apabila SPT Wajib Pajak tidak lengkap berdasarkan penelitian kelengkapan SPT, Wajib Pajak harus melengkapinya dalam jangka waktu 30 hari sejak Surat Permintaan Kelengkapan SPT, apabila jagka waktu tersebut terlewati SPT dianggap belum diterima.

Wajib Pajak yang tahun - tahun sebelumnya pernah melaporkan SPT Tahunan pasti akan merasakan pelayanan yang lebih mudah dan cepat ketika melaporkan SPT Tahunan , SPT yang masuk akan langsung diberikan tanda terima spt tanpa dilakukan penelitian kelengkapan spt, sedangkan penelitian kelengkapan spt dilakukan setelah proses penerimaan spt selesai. 

Untuk lebih jelasnya berikut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-19/PJ/2009


DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 19/PJ/2009


TENTANG


TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :
bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 185/PMK.34/2007 tentang tentang Tata Cara Penerimaan
dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat
Pemberitahuan Tahunan;

Mengingat :
1.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4740);

2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4893);
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 tentang Bentuk
dan Isi Surat Pemberitahuan Serta Keterangan dan atau Dokumen yang
Harus Dilampirkan;
5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.34/2007 tentang tentang
Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan;
6.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.34/2007 tentang tentang
Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
7.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 179/PJ/2007 tentang Tempat
Lain yang Dapat Digunakan Untuk Menerima Surat Pemberitahuan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 11/PJ/2009;
8.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 24/PJ/2008 tentang Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi beserta
Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 7/PJ/2009;
9.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara
Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-
Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 6/PJ/2009 tentang Tata Cara
Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik;
11. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ/2001 tentang
Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang harus Dilampirkan dalam
Surat Pemberitahuan;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA
PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1.
Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut dengan SPT Tahunan
adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun
pajak yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/$), termasuk
SPT Tahunan Pembetulan.
2.
SPT Tahunan Elektronik yang selanjutnya disebut dengan e-SPT
Tahunan adalah data SPT Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan
menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
3.
SPT Lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT Induk dan
lampirannya telah diisi dengan lengkap, SPT Induk telah ditandatangani
oleh Wajib Pajak atau kuasanya, dan telah dilengkapi dengan lampiran
khusus, serta keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan.
4.
e-SPT Lengkap adalah SPT sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang
semua elemen SPT Induk dan lampirannya telah diisi dengan lengkap
dan dapat diproses dalam Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat
Jenderal Pajak, dan telah dilengkapi dengan lampiran khusus, serta
keterangan dan/atau dokumen lain yang tidak dapat disampaikan secara
elektronik.
5.
e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau penyampaian
Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang
dilakukan secara on-line yang real time melalui Penyedia Jasa Aplikasi
atau Aplication Service Provider (ASP).
6.
Tempat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut dengan TPT
adalah tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi pada KPP
termasuk Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan
(KP2KP) untuk memberikan pelayanan perpajakan.

7.
Pojok Pajak/Mobil Pajak/Tempat Khusus Penerimaan Surat
Pemberitahuan Tahunan (Drop Box) adalah tempat lain yang dapat
digunakan untuk menerima SPT Tahunan/e-SPT Tahunan.
8.
Media Eletronik adalah sarana penyimpan data digital yang dapat dibaca
oleh Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.
9.
Tanda Terima SPT adalah tanda bukti penerimaan SPT Tahunan/e-SPT
Tahunan yang diberikan petugas kepada Wajib Pajak.
10. Pengolahan SPT adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penelitian
SPT dan perekaman SPT.
11. Penelitian
SPT atau e-SPT adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menilai kelengkapan pengisian SPT Tahunan atau e-SPT Tahunan dan
lampiran-lampirannya serta kelengkapan lampiran yang disyaratkan dan
penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitungannya termasuk
menerbitkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan apabila SPT
yang diterima tidak lengkap.
12. Validasi adalah kegiatan penelitian kebenaran data/informasi atas SPT
Tahunan yang disampaikan dengan menggunakan aplikasi e-SPT.
13. Perekaman SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis data perpajakan dengan
cara antara lain merekam, uploading, dan/atau memindai (scanning).
14.
Loading adalah kegiatan memindahkan data/informasi digital dari media
elektronik/jaringan komunikasi data ke Sistem Informasi Perpajakan di
Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 2

SPT Tahunan/e-SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap apabila:

1.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nama atau alamat Wajib Pajak
tidak dicantumkan dalam SPT Induk dengan lengkap dan jelas;
2.
SPT Induk tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya;
3.
SPT Induk ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampiri
dengan Surat Kuasa Khusus atau SPT Orang Pribadi ditandatangani
oleh Ahli Waris tetapi tidak dilampiri dengan Surat Keterangan Kematian
dari Instansi yang berwenang;
4.
Terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
5.
SPT Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri dengan bukti pelunasan berupa
SSP yang sesuai;
6.
SPT tidak atau kurang disertai dengan lampiran pada Formulir Baku
sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III.1. atau III.2. atau III.3. atau
III.4 pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
7.
SPT/e-SPT tidak atau kurang disertai dengan Lampiran Keterangan
dan/atau Dokumen Yang Disyaratkan sebagaimana ditetapkan pada
Lampiran III.1 s.d. III.4 atau III.1.a s.d. III.4.a atau III.1.b s.d. III.4.b pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
8.
Lampiran "Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun" dalam SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
9.
Lampiran "Daftar Pemegang Saham/Pemilik Modal dan Daftar Susunan
Pengurus dan Komisaris" dalam SPT Tahunan PPh Badan dilampirkan
tetapi diisi tidak lengkap;

10. Terdapat Lampiran Khusus sebagaimana ditetapkan pada Lampiran
Lampiran III.1 s.d. III.4 atau III.1.a s.d. III.4.a atau III.1.b s.d. III.4.b pada
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang diisi tidak lengkap;
11.
e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media
elektronik, tetapi hanya menyampaikan SPT Induk hasil cetakan tanpa
disertai media elektronik;
12.
e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media
elektronik, tetapi SPT Induk berdasarkan data digitalnya tidak sesuai
dengan SPT Induk hasil cetakan yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
13.
Loading atas e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan
menggunakan media elektronik tidak dapat di-load pada aplikasi Sistem
Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak;
14.
e-SPT yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media
elektronik tetapi elemen-elemen data digitalnya tidak diisi atau diisi tetapi
tidak lengkap;
15.
e-SPT yang data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemenelemen
data digitalnya tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap;
Pasal 3

(1)
Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan
melalui:
a.
Secara langsung ke Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau
Pojok Pajak/Mobil Pajak/Drop Box terdekat;
b.
Pos dengan bukti pengiriman surat atau melalui perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke
Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak terdaftar;
c.
e-filing melalui ASP.
(2)
Penyampaian SPT Tahunan/e-SPT Tahunan secara langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan dalam
amplop tertutup dengan menulis:
-Nama Wajib Pajak;
-NPWP;
-Tahun Pajak;
-Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
-Nomor Telepon.
Pasal 4

Terhadap SPT Tahunan/e-SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
atau kuasanya dilakukan pengolahan yang meliputi kegiatan:

a.
Penelitian SPT; dan
b.
Perekaman SPT.
Pasal 5

(1) SPT Tahunan/e-SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak
diberikan tanda terima SPT tanpa dilakukan penelitian terlebih dahulu.
(2)
Kantor Pelayanan Pajak wajib mengirimkan SPT Wajib Pajak yang tidak
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tersebut kepada Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, paling lambat dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) hari, kecuali untuk SPT Lebih Bayar (LB)
paling lambat dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak SPT diterima.
Pasal 6

(1)
Kantor Pelayanan Pajak melakukan penelitian paling lama dalam jangka
waktu 2 (dua) bulan setelah SPT Tahunan/e-SPT Tahunan diterima
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) kecuali untuk SPT Lebih
Bayar paling lama 14 (empat belas) hari kerja.
(2)
Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1),
SPT Tahunan/e-SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2,
Kantor Pelayanan Pajak mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan
SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(3)
Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak wajib
menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Permintaan Kelengkapan
SPT Tahunan/e-SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana
Wajib Pajak terdaftar.
(4)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan/e-SPT
Tahunan, maka SPT Tahunan/e-SPT Tahunan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 5 ayat (1) dianggap tidak disampaikan dan kepada Wajib
Pajak dikirimkan surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa SPT
Tahunan/e-SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
(5)
Terhadap SPT yang telah dilakukan penelitian dan dinyatakan lengkap,
dilakukan perekaman.
(6)
Jangka waktu perekaman SPT ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan
sejak SPT Lebih Bayar (LB) diterima lengkap atau 3 (tiga) bulan sejak
SPT Kurang Bayar (KB)/Nihil (N) diterima lengkap.
Pasal 7

(1)
Tata cara penerimaan SPT Tahunan/e-SPT Tahunan adalah
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.
(2)
Tanda Terima SPT dan daftar formulir kelengkapan SPT Tahunan/e-
SPT Tahunan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II dan Lampiran
III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 8

(1)
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku maka
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-49/PJ/2003 tentang Tata
Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan KEP-36/PJ/2004 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
(2) Denganberlakunyaperaturanini ketentuanlain mengenaitata cara
penerimaandanpengolahanSurat PemberitahuanTahunantetapberlakusepanjangtidakbertentangan.

Pasal9

PeraturanDirekturJenderalPajakini mulaiberlakupadatanggal1 Maret
2009.






Label:

posted by rahman.sur @ 13.53   0 comments
Dahsyat Nih Pak Darmin
Wah dahsyat nih Pak Darmin, dalam rangka pembinaan dan penegakan disipilin di lingkungan DJP  , tanggal 23 Pebruari 2009 kemarin Pak Darmin a.k.a Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-18/PJ/2009 tentang Pembinaan dan Penegakan Disiplin Terhadap Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diikuti dengan SE-19/PJ/2009 tentang Kewajiban Mentaati Jam Kerja dan Memanfaatkan Waktu Kerja Bagi Para Pejabat Eselon III di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 

Ini baru namanya ketegasan setelah selama ini pak mantri dan kawan-kawan kroco lainnya di lingkungan dalam DJP selalu ragu menafsirkan masalah aturan kedisiplinan pegawai terutama aturan jam kerja dan absensi.

Surat Edaran ini seakan-akan menegaskan kembali apa yang selama ini menjadi keragu-raguan sekarang menjadi terang benderang, antar teman yang tadinya saling curiga, saling melontarkan isu bahkan iri dengan atasan gara-gara masalah absensi, mulai saat ini sudah ada peraturan yang jelas dan mengikat dan mudah-mudahan kita tidak ragu lagi sobat.

Terus terang pak mantri juga pernah mamanfaatkan ketidakjelasan aturan kedisiplinan ini dulu:)  sumpah deh! Banyak caralah bisa kita lakukan misalnya datang jam 7 kabur baru ke kantor jam 4, atau kita manfaatin surat tugas sekalian kabur (pc) , dan lain-lain modus nya ha ha ... tobat! tobat! tobat!

Pak Mantri lampirkan nih SE nya untuk kita baca, teliti, renungkan dan yang penting siapkan mental untuk menjalankannya.  Berjoeang Sobat !!!


SURAT EDARAN
Nomor SE- 18 /PJ/2009

TENTANG
PEMBINAAN DAN PENEGAKAN DISIPLIN TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Dalam rangka pembinaan dan penegakan disiplin terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam melaksanakan tugas terkait dengan ketentuan jam kerja dan pemanfaatan waktu kerja, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan pembinaan dan penegakan
disiplin pegawai di lingkungan DJP, setiap unit kerja Eselon III wajib menyampaikan Laporan
Bulanan Ketertiban Pegawai dan Laporan Penegakan Disiplin Pegawai sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-173/PJ/2007 tentang Sistem, Bentuk, Jenis
dan Kode Laporan Rutin di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-40/PJ/2008 kepada unit kerja
Eselon II masing-masing. Selanjutnya setiap unit kerja Eselon II wajib membuat dan
menyampaikan Rekapitulasi Laporan Bulanan Ketertiban Pegawai dan Laporan Penegakan
Disiplin Pegawai dari setiap unit kerja di lingkungan kerjanya dan mengirimkannya ke Bagian
Kepegawaian Kantor Pusat DJP paling lambat tanggal 25 bulan berikutnya.

2. Pembinaan dan penegakan disiplin sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor
15/KMK.01/UP.6/1985 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Hubungan Pemberian
Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara Kepada Pegawai Dalam Lingkungan
Departemen Keuangan Republik Indonesia agar diberikan kepada PNS dan CPNS di lingkungan
DJP yang melakukan pelanggaran berupa:

a. tidak masuk kantor tanpa ijin/alasan yang sah selama 2 (dua) hari atau lebih, baik berturut-
turut maupun tidak berturut-turut dalam periode 1 (satu) bulan; atau

b. terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya dengan atau tanpa ijin/alasan
yang sah sebanyak lebih dari 5 (lima) kali baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut
dalam periode 1 (satu) bulan; atau

c. tidak mentaati ketentuan jam kerja atau meninggalkan tempat pekerjaan tanpa ijin/alasan
yang sah.
Contoh:

1. YZ adalah pelaksana pada KPP ABC yang melakukan presensi dengan mesin finger print pada pukul 07.25 WIB. Selanjutnya YZ meninggalkan kantor tanpa ijin (misalnya pergi untuk makan pagi, fitness, belanja, dan mengantar anak) dan kembali ke kantor pukul 09.00 WIB.

2. XY adalah Kepala Seksi pada KPP DEF yang melakukan presensi dengan mesin finger print pada pukul 06.30 WIB. Pada pukul 09.00 WIB, XY meninggalkan kantor tanpa ijin/alasan yang sah dan kembali ke kantor pada pukul 15.00 WIB.

3. Pegawai yang terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya yang disebabkan
adanya situasi khusus/kejadian luar biasa seperti banjir, gempa bumi atau kebakaran, dapat
dikecualikan dari pelanggaran sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b dengan membuat
surat pemberitahuan terlambat masuk bekerja dan/atau pulang sebelum waktunya yang disetujui
oleh atasan langsung (formulir terlampir).

4. Pegawai yang tidak masuk kantor karena alasan penting wajib membuat ijin tertulis yang disetujui
oleh atasan langsung mengenai alasan yang bersangkutan tidak masuk kantor (formulir
terlampir).

5. Dalam hal pegawai yang tidak masuk kantor telah memberitahukan kepada atasannya antara lain
melalui short message service (SMS), telepon, faksimile, atau sarana komunikasi lainnya maka
pegawai tersebut dianggap telah minta ijin atau memberikan alasan yang sah, namun demikian
ijin tertulis sebagaimana tersebut pada angka 4 tetap harus dibuat paling lambat pada hah kerja
berikutnya.

6. Pembinaan dan penegakan disiplin terhadap pegawai dilaksanakan sebagai berikut:
a. Terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam angka 2
huruf a dan b, diberikan Peringatan Tertulis Pertama.
b. Pejabat yang berwenang memberikan Peringatan Tertulis Pertama (atasan langsung) dapat
melakukan upaya pembinaan dengan melakukan pemanggilan dan mengingatkan pegawai
sebelum pegawai yang bersangkutan memenuhi kriteria untuk diberikan Peringatan Tertulis
Pertama. Upaya pembinaan tersebut dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pembinaan
Tertulis (formulir terlampir).
c. Terhadap pegawai yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam angka 2
huruf c, pejabat yang berwenang memberikan Peringatan Tertulis Pertama (atasan langsung)
agar melakukan upaya pembinaan dengan melakukan pemanggilan dan mengingatkan
pegawai yang bersangkutan yang dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pembinaan Tertulis.
Apabila pegawai yang bersangkutan mengulangi pelanggaran tersebut, pejabat yang
berwenang memberikan Peringatan Tertulis Pertama (atasan langsung) wajib memberikan
Peringatan Tertulis Pertama kepada pegawai yang bersangkutan.

7. Dalam hal pejabat yang berwenang memberikan Peringatan Tertulis Pertama (atasan langsung)
tidak memberikan Peringatan Tertulis Pertama sebagaimana dimaksud pada angka 6 (enam),
atasan pejabat tersebut wajib memberikan Peringatan Tertulis Pertama kepada pejabat yang tidak
memberikan Peringatan Tertulis Pertama.

8. Tahapan pembinaan selanjutnya berupa pemberian Peringatan Tertulis Kedua dan Peringatan
Tertulis Ketiga terhadap pegawai yang masih melakukan pelanggaran setelah diberikannya
Peringatan Tertulis Pertama, dilaksanakan dengan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 15/KMK.01/UP.6/1985.

9. Kepala Subbagian Umum Kepegawaian pada Sekretariat DJP, Kepala Subbagian Tata Usaha
pada Kantor Pusat DJP, Kepala Subbagian Rumah Tangga dan Kepegawaian pada Pusat
Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan, Kepala Subbagian Kepegawaian pada Kantor
Wilayah DJP, dan Kepala Subbagian Umum pada Kantor Pelayanan Pajak, wajib berperan aktif
dalam penegakan disiplin terkait dengan ketentuan jam kerja dan pemanfaatan waktu kerja pada
unit kerjanya masing-masing.

10. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-04/PJ./UP.90/2004 tentang Pembinaan Disiplin Pegawai dinyatakan tidak berlaku.
Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.



Label:

posted by rahman.sur @ 09.43   1 comments
Bendaharawan Jangan Anggap Enteng Pajak
18 Feb 2009
Jangan Anggap Enteng Kewajiban Pajak Bendaharawan 

Mengapa ini menjadi keprihatinan pak mantri ?  mengapa harus kita kritisi ?

Dalam dua bulan ini pak mantri baru menyelesaikan pemeriksaan terhadap dua wajib pajak rekanan bendaharawan pemerintah, kedua-duanya selalu bermasalah di Faktur Pajak dan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23.

Faktur Pajak dibuat tetapi tidak lengkap yang mengakibatkan menjadi FP Cacat sesuai dengan Pasal dengan Pasal 13 Ayat 5 UU PPN jo Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 tanggal 30/10/2006, Mengakibatkan dikenakannya sanksi Pasal 14 Ayat 4 KUP.

Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 tidak pernah dibuat oleh Bendaharwan mengakibatkan kredit pajak atas pph pasal 23 yang telah dilakukan pemotongan tidak dapat dipertimbangkan karena tidak dibuatnya bukti potong tersebut walaupun sudah dilakukan pembayaran.  

Ini hanya contoh dari dua Wajib Pajak saja, bagimana dengan wajib pajak rekanan bendaharawan pemerintah yang lain ? Sangat mungkin kejadian akan seperti ini.

Bagaimana sebenarnya kewajiban perpajakan bagi para bendaharawan ini, berikut pak mantri lampirkan panduan praktis perpajakan bagi para bendaharawan (sumber dari taxbase)

PANDUAN PRAKTIS PERPAJAKAN

BAGI BENDAHARAWAN PEMERINTAH


I. Bendaharawan Sebagai Pemungut Pajak

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan,Bendaharawan Pemerintah, yaitu Bendaharawan dan Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN/APBD, ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Selain sebagai Pemungut, Bendaharawan Pemerintah juga sebagai pemotong PPh Pasal 21/26 danPasal 23/26 sebagaimana ketentuan yang berlaku umum.�


II. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pendaftaran dan Penghapusan

Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat Bendaharawan tersebut berada.

Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:

- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor )

- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara

Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru, tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:

- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru

- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru

Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.


Pembayaran dan Pelaporan

Bendaharawan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan ke KPP. Batas waktu pembayaran dan pelaporan adalah sebagai berikut:



III. Kewajiban Bendaharawan atas PPh

Bendaharawanberkewajiban untuk:

- memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor

- memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang

- memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa

- memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang diterima Wajib Pajak luar negeri

Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:

- pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

- pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos;

- pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);


IV. Kewajiban Bendaharawan atas PPN&PPnBM

Atas pengadaan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.

Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:

1. Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan PPnBM

2. Untuk Pembebasan Tanah

3. Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan

4. BBM dan Non-BBM oleh PERTAMINA

5. Rekening Telepon

6. Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan

7. Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak dikenakan PPN


Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:

- BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP 146/2000 sebagaimana telah diubah dengan PP 38/2003)

- BKP Strategis (PP 12/2001 sebagaimana telah diubah dengan PP 46/2003)

- Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (231/KMK.03/2001 sebagaimana telah diubah dengan616/PMK.03/2004)



V. Petunjuk Pembayaran Gaji/Honor

Secara umum, pada saat bendaharawan melakukan pembayaran berupa gaji/honor harus dilihat terlebih dahulusumber dana dan kemudian penerima penghasilan tersebut

Sumber dana dapat bersumber dari:

- APBN/APBD

- Non APBN/APBD

Penerima Penghasilan terdiri atas

- Pejabat Negara/PNS/ABRI

- Non Pejabat Negara/PNS/ABRI

Apabila sumber dananya berasal dari selain APBN/APBD, maka perlakuannya adalah ketentuan

pemungutan/pemotongan yang berlaku umum. Penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir uang lembur, Imbalan Prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD, maka tata caranya adalah sebagaimana diatur dalam PP 45 Tahun 1994.

Apabila penerima penghasilan tersebut Non Pejabat Negara/PNS/ABRI, maka tata cara pemotongan/ pemungutan adalah tata cara yang berlaku umum (Kepdirjen Pajak KEP-545/PJ./2000 jo. Perdirjen Pajak No. 15/PJ/2006), sedangkan apabila dibayarkan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI, berlaku ketentuan khusus (PP 45/1994).

Atas Penghasilan yang diberikan kepada Pejabat Negara/PNS/ABRI yang dananya berasal dari APBN/D dilakukan pemotongan yang bersifat final dengan tarif 15% kecuali bagi PNS golongan II/d ke bawah atau ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah, tidak dilakukan pemotongan PPh.


VI. Petunjuk Pengadaan Barang

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan barang adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 22 (tarif 1,5%)

- Pemungutan PPN dan PPnBM


VII. Petunjuk Pengadaan Jasa

Kewajiban perpajakan bagi Bendaharawan atas pengadaan jasa adalah:

- Pemotongan PPh Pasal 23/26

- Pemungutan PPN

Perlu diperhatikan bahwa, atas pengadaan jasa tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 22 melainkan pemotongan PPh Pasal 23/26 dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku tergantung jenis jasanya (KEP-170/PJ/2002).


VIII. Petunjuk Pengadaan Barang dan Jasa Atas Proyek yang Dananya Berasal dari Hibah / Pinjaman Luar Negeri

Proyek yang dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri mendapat perlakuan khusus yaitu:

- PPN & PPnBM Tidak Dipungut

- PPh Ditanggung Pemerintah

- Terhadap proyek yang hanya sebagian dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, maka PPN & PPnBM Tidak Dipungut dan PPh Ditanggung Pemerintah hanya atas bagian yang dibiayai hibah/pinjaman luar negeri.










































Label:

posted by rahman.sur @ 14.57   3 comments
Bagaimana mengisi form 1721 A1 ketika Pegawai Pindah Sebelum Akhir Tahun Pajak
9 Feb 2009
Formulir ini digunakan oleh Pemotong Pajak PPh Pasal 21 untuk menghitung besarnya penghasilan dan PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan dari setiap pegawai tetap atau penerima pensiun atau THT/JHT yang jumlah penghasilan netonya melebihi PTKP, dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 dapat menyampaikan Formulir 1721-A1 dengan menggunakan media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Formulir ini tidak perlu diisi oleh Bendaharawan Pemerintah, PT Taspen atas pembayaran pensiun kepada penerima pensiun atau THT/JHT pegawai negeri dan pejabat negara, serta PT Asabri atas pembayaran pensiun kepada penerima pensiun atau THT/JHT pegawai negeri sipil dilingkungan TNI/POLRI.

Dalam pengertian pegawai tetap termasuk Komisaris atau anggota Dewan Pengawas yang merangkap sebagai pegawai tetap.

Yang dimaksud dengan Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT) adalah THT/JHT yang dibayarkan secara bulanan atau teratur
Hati – hati ketika mengisi form 1721 A1 terutama ketika pegawai pindah sebelum akhir tahun pajak, ada penghitungan yang sedikit berbeda dalam mengisi form ini ketika seorang pegawai pindah kerja dari satu cabang ke cabang lainnya atau ke dan dari kantor pusatnya dalam satu pemberi kerja, ketika pegawai pindah kerja ke perusahaan lain maupun ketika pegawai berhenti bekerja .

Titik kritisnya terutama dalam form 1721 A1 Angka 16 (Jumlah Peghasilan Neto Untuk Penghitungan PPh Pasal 21 Setahun/Disetahunkan), Coba diperhatikan petunjuk pengisian form 1721 berikut :

Angka 16
JUMLAH PENGHASILAN NETO UNTUK PENGHITUNGAN PPh
PASAL 21 (SETAHUN/DISETAHUNKAN)
Bagian ini diisi dengan memperhatikan keadaan-keadaan sebagai berikut :
Apabila masa perolehan penghasilan meliputi 1 (satu) tahun takwim, yaitu Januari s.d. Desember, bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 14.
Apabila masa perolehan penghasilan meliputi masa kurang dari 1 (satu) tahun takwim, maka :
a. Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan dipindahkan ke kantor pusat atau cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama, oleh Pemotong Pajak yang lama diisi dengan hasil perhitungan sebagai berikut :
jumlah pada Angka 9 dikurangi dengan jumlah pada Angka 13 kemudian disetahunkan.
Contoh :
Misalnya masa perolehan penghasilan adalah Januari s.d. Mei 2005 (5 bulan).
Apabila diketahui bahwa :
- Jumlah pada Angka 7 adalah Rp 30.000.000,00
- Jumlah iuran pensiun pada Angka 12 adalah Rp 100.000,00
- Jumlah gratifikasi pada Angka 8 adalah Rp 10.000.000,00, maka :
- Jumlah biaya jabatan pada Angka 10 adalah Rp 540.000,00 (meskipun 5% x Rp 30.000.000,00 = Rp 1.500.000,00, namun jumlah paling tinggi yang diperbolehkan adalah 5 x Rp 108.000,00 = Rp 540.000,00),
- Jumlah biaya jabatan pada Angka 11 adalah Nihil, karena jumlah pada Angka 10 telah mencapai jumlah paling tinggi yang diperbolehkan.
- Untuk mengisi Angka 16 dihitung sebagai berikut :
- (Jumlah pada Angka 7 dikurangi dengan jumlah pada Angka 10 dikurangi dengan jumlah pada Angka 12) yang disetahunkan adalah Rp.70.464.000,00, yaitu 12/5 x (Rp 30.000.000,00 - Rp 540.000,00 - Rp 100.000,00).
- Jumlah pada Angka 8 dikurangi jumlah pada Angka 11 adalah Rp 10.000.000,00, yaitu Rp 10.000.000,00 dikurangi Nihil.
Dengan demikian jumlah yang diisikan pada Angka 16 ini adalah Rp 80.464.000,00, yaitu Rp. 70.464.000,00 + Rp. 10.000.000,00.
b. Dalam hal pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan :
1. Berhenti menjadi pegawai, namun tidak meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau
2. Berhenti menjadi pegawai karena pensiun atau pindah ke pemberi kerja lainnya di Indonesia,
maka Angka 16 ini oleh Pemotong Pajak yang lama diisi dengan jumlah sesuai dengan jumlah pada Angka 14.
c. Dalam hal pegawai yang bersangkutan:
1. Pada akhir masa perolehan penghasilan berhenti menjadi pegawai dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, atau
2. Berhenti menjadi pegawai karena meninggal dunia, atau
3. Pegawai dari luar negeri (expatriate) yang baru berada di Indonesia dalam tahun takwim yang bersangkutan,
maka Angka 16 ini diisi dengan jumlah pada Angka 9 dikurangi dengan jumlah pada Angka 13 kemudian disetahunkan.
Contoh butir 1, 2 dan 3 adalah sesuai perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf a di atas.
d. Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pegawai baru (benar-benar baru mulai bekerja), yang pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan telah berada atau bertempat tinggal di Indonesia, pada Angka 16 ini diisi dengan jumlah sesuai dengan jumlah pada Angka 14.
e. Dalam hal pegawai yang bersangkutan adalah pindahan dari kantor pusat atau cabang lainnya dari pemberi kerja yang sama atau pegawai baru karena pindahan dari pemberi kerja lain, atau baru pensiun, pada Angka 16 ini oleh Pemotong Pajak yang baru diisi dengan hasil penjumlahan jumlah pada Angka 14 dengan jumlah pada Angka 15.

Apakah anda sudah benar – benar mengisi form ini sesuai petunjuknya, apa akibatnya ketika form ini kita isi salah ? 

Seorang teman memita bantuan saya mengisi spt tahunan pph orang pribadi form 1770 S, form 1721 A1 dari januari s.d April dari PT.X dan form 1721 A1 dari Mei sd Desember dari PT.Xa (masih satu pemberi kerja), setelah saya teliti dari pemotong pajak lama PT.X salah mengisi angka 16 form 1721 A1 karena tidak disetahunkan, begitu juga pemotong pajak baru tidak mengisi angka 15 Penghasilan Netto dari masa sebelumnya.

Dengan kondisi ini SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 S teman saya ini menjadi Kurang Bayar, Nah bagaimana ini ? temen satu ini padahal tidak memiliki sumber penghasilan lain selain sebagai karyawan dan merasa semua kewajiban perpajakannya telah dipotong
dan disetorkan perusahaan, karena kesalahan seperti ini dia merasa dirugikan dan harus membayar lebih banyak lagi.

Mengisi form 1721 A1 ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, ada detil yang harus kita perhatikan supaya kejadian serupa tidak terulang dan tidak ada pihak yang dirugikan.






Label:

posted by rahman.sur @ 07.26   6 comments
Mencermati Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
4 Feb 2009
Mencermati Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Pasal 14 UU No 36 Tahun 2008

(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
(5) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(6) Dihapus.
(7) Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) merupakan sebuah pilihan, fasilitas dan juga kemudahan.

Wajib pajak sebelum memutuskan untuk menggunakan norma penghitungan penghasilan netto harus terlebih dahulu mempertimbangkan kemampuan menghasilkan laba usahanya dalam kurun periode satu tahun tersebut, dan membandingkannya dengan porsentase norma penghitungan penghasilan netto yang diperkenankan sesuai ketentuan perpajakan.

Sebagai ilustrasi wajib pajak orang pribadi pedagang barang kelontong di Jakarta kemampuan labanya sebesar rata – rata 40% dari omzet setahun, dibandingkan porsentase norma sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 (sampai saat ini peraturan tersebut masih berlaku) sebesar 30%, lebih rendah 10% dari rata – rata kemampuan menghasilkan laba.

Wajib Pajak boleh menggunakan norma penghitungan penghasilan netto untuk menentukan nett income dan kemudian menentukan pajak terhutangnya, ada loss margin dari nett income 10% yang seharusnya dikenakan pajak, apakah wajib pajak melanggar aturan ? TIDAK  TAX AVOIDENCE

Tapi disinilah yang harus dicermati, atas margin income yang belum dikenakan pajak tersebut apabila digunakan atau dimanfaatkan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak, akan menjadi entry point temuan pemeriksaan ketika terhadap wajib pajak tersebut dilakukan pemeriksaan pajak.

Satu hal lagi yang harus dicermati dan kadang-kadang menjadi hal yang disepelekan baik oleh wajib pajak maupun fiscus, kewajiban formal memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak penggunaan norma penghitungan penghasilan netto dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, apa yang terjadi di kantor pajak sekarang ini, wajib pajak baru melanyampaikan pemberitahuan tersebut bersamaan dengan penyampaian spt tahunan ada juga yang sama sekali tidak memberikan pemberitahuan, tetapi hal itu tidak dipersoalkan oleh fiscus, tidak dianggap penting dan lewat begitu saja.

Wajib pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dianggap menyelenggarakan pembukuan, apa konsekuensinya? Wajib pajak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan karena ketika menerapkan norma hanya melakukan pencatatan  Atas hal ini wajib pajak terancam sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan sesuai dengan pasal 13 Ayat 3 hurdf a Undang – undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto merupakan suatu kemudahan tetapi harus juga dicermati konsekuensi dari hal tersebut, bagaimanapun juga penerapan pembukuan dalam menghitung laba rugi dan posisi usaha hasilnya jauh lebih akurat dan lebih mudah dipertanggungjawabkan baik untuk kepentingan pajak maupun kelangsungan usaha.
Demikian sekedar berpendapat.




Label:

posted by rahman.sur @ 15.19   2 comments
Pertama di Indonesia


pak mantri baru saja mendapat mms seperti ini, masalah pajak dahulu kala dipikiran saya hanyalah setumpuk berkas berkas yang terbengkalai kusam dan lapuk, tidak pernah punya mimpi akan memiliki database pajak maupun aplikasi seperti banner diatas, ilmu pajak tidak stagnan semakin lama semakin besar menggurita dan dinamis, berkembang seiring kemajuan bidang ilmu lainnya, karena itulah kita peduli.

Label:

posted by rahman.sur @ 08.17   2 comments
Angka Kredit Fungsional Pemeriksa Pajak
3 Feb 2009
Edisi pertama coretan ini mengenai data usulan penetapan angka kredit bagi fungsional pemeriksa pajak atau di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak bahasa kerennya disebut DUPAK, maklum lah pak mantri ini baru saja diangkat menjadi fungsional pemeriksa pajak satu semester yang lalu, mari kita berbagi bagaimana sebenarnya SOP tatacara pengusulan/penetapan angka kredit pejabat fungsional pemeriksa pajak     

Untuk Fungsional Pemeriksa Pajak Golongan II  

 A. Deskripsi :
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara pengusulan/penetapan angka kredit pejabat fungsional pemeriksa pajak golongan II yang berasal dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak. Angka Kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai-nilai butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pemeriksa Pajak dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.

B. Dasar Hukum :
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 436/KMK.04/1994 tanggal 29 Agustus 1994 Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 92/KMK.01/1994 Nomor 07 Tahun 1994 tanggal 26 Maret 1994
2. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 31/KEP/M.PAN/3/2003 tanggal 7 Maret 2003
3. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 148/KMK.01/2004 Nomor 14 Tahun 2004 tanggal 23 Maret 2004
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak s.t.d.d. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 55/PMK.01/2007

C. Surat Edaran Terkait :
Tidak Ada

D. Pihak yang Terkait :
1. Kepala Kantor Wilayah
2. Ketua Tim Penilai Wilayah (Kepala Bagian Umum)
3. Wakil Ketua Tim Penilai Wilayah (Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak)
4. Sekretaris Tim Penilai Wilayah (Kepala Subbag Kepegawaian)
5. Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan
6. Fungsional Pemeriksa Kanwil (Gol II)
7. Pelaksana Subbagian Kepegawaian
8. Kantor Pelayanan Pajak

E. Formulir yang Digunakan :
1. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK)

F. Dokumen yang Dihasilkan :
1. Penetapan Angka Kredit (PAK)

G. Prosedur Kerja :
1. Kepala Bagian Umum menerima secara langsung Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dari Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak Kantor Wilayah dan Berdasarkan Surat Pengantar dari Kantor Pelayanan Pajak yang diterima melalui SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di Kanwil, menerima Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) Fungsional Pemeriksa Pajak dari KPP terkait kemudian mendisposisikan kepada Kepala Subbagian Kepegawaian.
2. Kepala Subbagian Kepegawaian menugaskan dan memberi disposisi kepada pelaksana Subbagian Kepegawaian untuk menghimpun bahan penyusunan Daftar Nota Penghitungan (Nothit) Angka Kredit.
3. Pelaksana Subbagian Kepegawaian menghimpun bahan penyusunan Daftar Nothit Angka Kredit dan menyampaikan kepada Kepala Subbagian Kepegawaian.
4. Kepala Subbagian Kepegawaian menyusun Daftar Nothit Angka Kredit dari semester sebelumnya ditambah usulan semester berjalan, lembar persetujuan Ketua Tim Penilai dan Kepala Kantor Wilayah dan Lembar Pengawasan Penyelesaian Angka Kredit, kemudian menandatangani DUPAK serta menyampaikannya kepada Kepala Bidang P4.
5. Kepala Bidang P4 menerima DUPAK, menugaskan dan memberi disposisi kepada Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan untuk memprosesnya.
6. Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan menugaskan Pelaksana Seksi Bimbingan Pemeriksaan untuk menyusun konsep Penetapan Angka Kredit (PAK).
7. Pelaksana Seksi Bimbingan Pemeriksaan menyusun konsep PAK dan menyampaikan kepada Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan.
8. Kepala Seksi Bimbingan Pemeriksaan meneliti dan memaraf konsep PAK, dan menyampaikannya bersama dengan DUPAK kepada Kepala Bidang P4.
9. Kepala Bidang P4 menandatangani DUPAK, menelaah dan memaraf PAK dan menyampaikannya kepada Kepala Bagian Umum.
10. Kepala Bagian Umum menandatangani DUPAK serta menelaah dan memaraf PAK dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah.
11. Kepala Kantor Wilayah menyetujui dan menandatangani PAK.
12. Pelaksana Subbag Kepegawaian menatausahakan dan menyampaikan PAK (sesuai dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil) kepada Pemeriksa Pajak yang bersangkutan atau Kepala KPP yang bersangkutan serta kepada pihak terkait lainnya yaitu :
- Ka. BKN up Deputi Tata Usaha Kepegawaian
- Ka. Kantor Regional V BKN
- Sekretaris Tim (arsip)
- Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
13. Selesai.

Jangka Waktu Penyelesaian Paling Lama 2 bulan sejak DUPAK diterima

Untuk Fungsional Pemeriksa Pajak Golongan III

A. Deskripsi :
Prosedur operasi ini menguraikan tata cara pengusulan/penetapan angka kredit pejabat fungsional pemeriksa pajak golongan III dan IV yang berasal dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak. Angka Kredit adalah nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai-nilai butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pemeriksa Pajak dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.

B. Dasar Hukum :
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 161/KM.1/2005 tentang Uraian Jabatan Struktural dan Pelaksana Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 436/KMK.04/1994 tanggal 29 Agustus 1994 Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 92/KMK.01/1994 Nomor 07 Tahun 1994 tanggal 26 Maret 1994
3. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 31/KEP/M.PAN/3/2003 tanggal 7 Maret 2003
4. Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 148/KMK.01/2004 Nomor 14 Tahun 2004 tanggal 23 Maret 2004

C. Surat Edaran Terkait :
Tidak ada

D. Pihak yang Terkait :
1. Kepala Kantor Wilayah
2. Ketua Tim Penilai Wilayah (Kepala Bagian Umum)
3. Kepala Subbagian Kepegawaian
4. Pelaksana Subbagian Kepegawaian
5. Bagian Organta Kantor Pusat
6. Fungsional Pemeriksa Pajak Kantor Wilayah
7. Kantor Pelayanan Pajak
E. Formulir yang Digunakan :
1. Daftar Usul Penetapan Angka Kredit

F. Dokumen yang Dihasilkan :
1. Surat Pengantar Usul Penetapan Angka Kredit
2. Lembar Persetujuan

G. Prosedur Kerja :
1. Kepala Bagian Umum menerima secara langsung Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dari Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak Kantor Wilayah dan Berdasarkan Surat Pengantar dari Kantor Pelayanan Pajak yang diterima melalui SOP Tata Cara Penerimaan Dokumen di Kanwil, menerima Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK) dari KPP terkait kemudian menugaskan dan memberi disposisi kepada Kepala Subbagian Kepegawaian untuk memproses Lembar Persetujuan Kepala Bagian Umum dan Kepala Kantor Wilayah dan Surat Pengantar Usul Penetapan Angka Kredit ke Bagian Organta Kantor Pusat DJP.
2. Kepala Subbagian Kepegawaian menugaskan Pelaksana Subbagian Kepegawaian untuk membuat Lembar Persetujuan dan Surat Pengantar.
3. Pelaksana Subbagian Kepegawaian membuat konsep Lembar Persetujuan dan Surat Pengantar kemudian menyampaikannya kepada Kepala Subbagian Kepegawaian.
4. Kepala Subbagian Kepegawaian meneliti dan memaraf Lembar Persetujuan dan Surat Pengantar.
5. Kepala Bagian Umum menelaah dan menandatangi Lembar Persetujuan dan memaraf Surat Pengantar dan menyampaikannya kepada Kepala Kantor Wilayah.
6. Kepala Kantor Wilayah menelaah dan menadatangani Lembar Persetujuan dan Surat Pengantar.
7. Pelaksana Subbagian Kepegawaian menatausahakan dan menyiapkan pengiriman Lembar Persetujuan dan Surat Pengantar ke Bagian Organta Kantor Pusat DJP sesuai dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di Kanwil.
8. Selesai.















Label:

posted by rahman.sur @ 15.01   10 comments
Tulisan Terakhir

Subscribe to RSS headline updates from:
Powered by FeedBurner

Tulisan Sebelumnya
Arsip
Tautan
Pendukung Blog


Masukkan Code ini K1-7543F3-9
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

BLOGGER

© Mantri Pajak Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures