Mantri Pajak

KANAL INFO PRAKTIS PERPAJAKAN

 
Selamat Datang

Rahman.Sur's Profile
Absensi

By: TwitterButtons.com
By TwitterButtons.com


Facebook Badges


ShoutMix chat widget

Statistik

web site traffic stats

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Mencermati Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto
4 Feb 2009
Mencermati Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Pasal 14 UU No 36 Tahun 2008

(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
(4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
(5) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan peredaran brutonya dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(6) Dihapus.
(7) Besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan

Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) merupakan sebuah pilihan, fasilitas dan juga kemudahan.

Wajib pajak sebelum memutuskan untuk menggunakan norma penghitungan penghasilan netto harus terlebih dahulu mempertimbangkan kemampuan menghasilkan laba usahanya dalam kurun periode satu tahun tersebut, dan membandingkannya dengan porsentase norma penghitungan penghasilan netto yang diperkenankan sesuai ketentuan perpajakan.

Sebagai ilustrasi wajib pajak orang pribadi pedagang barang kelontong di Jakarta kemampuan labanya sebesar rata – rata 40% dari omzet setahun, dibandingkan porsentase norma sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000 (sampai saat ini peraturan tersebut masih berlaku) sebesar 30%, lebih rendah 10% dari rata – rata kemampuan menghasilkan laba.

Wajib Pajak boleh menggunakan norma penghitungan penghasilan netto untuk menentukan nett income dan kemudian menentukan pajak terhutangnya, ada loss margin dari nett income 10% yang seharusnya dikenakan pajak, apakah wajib pajak melanggar aturan ? TIDAK  TAX AVOIDENCE

Tapi disinilah yang harus dicermati, atas margin income yang belum dikenakan pajak tersebut apabila digunakan atau dimanfaatkan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak, akan menjadi entry point temuan pemeriksaan ketika terhadap wajib pajak tersebut dilakukan pemeriksaan pajak.

Satu hal lagi yang harus dicermati dan kadang-kadang menjadi hal yang disepelekan baik oleh wajib pajak maupun fiscus, kewajiban formal memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak penggunaan norma penghitungan penghasilan netto dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan, apa yang terjadi di kantor pajak sekarang ini, wajib pajak baru melanyampaikan pemberitahuan tersebut bersamaan dengan penyampaian spt tahunan ada juga yang sama sekali tidak memberikan pemberitahuan, tetapi hal itu tidak dipersoalkan oleh fiscus, tidak dianggap penting dan lewat begitu saja.

Wajib pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dianggap menyelenggarakan pembukuan, apa konsekuensinya? Wajib pajak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan karena ketika menerapkan norma hanya melakukan pencatatan  Atas hal ini wajib pajak terancam sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan sesuai dengan pasal 13 Ayat 3 hurdf a Undang – undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.

Penerapan Norma Penghitungan Penghasilan Netto merupakan suatu kemudahan tetapi harus juga dicermati konsekuensi dari hal tersebut, bagaimanapun juga penerapan pembukuan dalam menghitung laba rugi dan posisi usaha hasilnya jauh lebih akurat dan lebih mudah dipertanggungjawabkan baik untuk kepentingan pajak maupun kelangsungan usaha.
Demikian sekedar berpendapat.




Label:

posted by rahman.sur @ 15.19  
2 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
Tulisan Terakhir

Subscribe to RSS headline updates from:
Powered by FeedBurner

Tulisan Sebelumnya
Arsip
Tautan
Pendukung Blog


Masukkan Code ini K1-7543F3-9
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

BLOGGER

© Mantri Pajak Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures