Mantri Pajak

KANAL INFO PRAKTIS PERPAJAKAN

 
Selamat Datang

Rahman.Sur's Profile
Absensi

By: TwitterButtons.com
By TwitterButtons.com


Facebook Badges


ShoutMix chat widget

Statistik

web site traffic stats

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

BPK Kembali Tegaskan Keinginan Audit Pajak
25 Mei 2009
Keinginan Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit penerimaan pajak kembali ditegaskan Ketua BPK Anwar Nasution "UU itu kan buatan manusia bukan buatan Tuhan" tegasnya beberapa hari yang lalu, Anwar Nasution memandang perlunya dilakukan amendemen UU Perpajakan yang telah membatasi ruang gerak BPK dalam melaksanakan tugas mengaudit penerimaan pajak.

Keinginan Ketua BPK ini didukung penuh Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginanjar Kartasasmita, "DPD akan mendukung kewenangan BPK sampai tuntas dan tidak separuh-separuh. BPK harus bisa mengamati sisi penerimaan dan belanja secara menyeluruh"

Sengketa kewenangan audit penerimaan pajak ini bukanlah sengketa baru antara BPK dengan DJP, Tahun 2008 yang lalu sengketa ini sudah diputus di Mahkamah Konstitusi dengan putusan menolak "uji materi" atas UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang disengketakan oleh BPK.

Hak dan kewenangan BPK untuk melakukan audit terhadap penerimaan negara melekat pada lembaga tinggi negara ini berdasarkan ketentuan konstitusi negara kita, oleh karena itu Undang - Undang Perpajakan pun harus mengakomodir dan menyesuaikan dengan ketentuan ini.

Kita lihat isi dari UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Pasal 34

(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya
untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang
ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah :

a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan;atau

b. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.

(3) Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib  Pajak kepada pihak yang ditunjuk.

(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(5) Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.


Akses BPK untuk melakukan audit terhadap penerimaan pajak sebenarnya telah diakomodir oleh Undang - Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 34 Ayat 2a huruf b diatas, bahwa untuk kepentingan negara kerahasiaan jabatan petugas pajak berdasarkan undang - undang perpajakan menjadi gugur apabila ada interest perpajakan (pemeriksaan pajak, data, informasi,bukti dll) dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara ( BPK ).

Akses ini tentunya dengan "sopan santun" dan "ketok pintu" terlebih dahulu terhadap tuan rumah, artinya diperlukan izin secara tertulis dari Menteri Keuangan, hal inilah yang sampai sekarang ini belum bisa diterima oleh BPK, keharusan adanya izin tertulis dari Menteri Keuangan inilah yang dianggap membatasi ruang gerak dan akses BPK dalam melakukan audit penerimaan pajak, BPK merasa kewenangan konstitusionalnya dilanggar dan dibatasi dan BPK selaku lembaga tinggi negara enggan dan merasa tidak perlu meminta izin terlebih dahulu kepada tuan rumah yang akan dilakukan test case maupun audit terkait masalah penerimaan pajak.

BPK menginginkan akses tanpa batas bahkan sampai data - data dan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak "Wajib Pajak menjadi tidak memiliki kepastian dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya, ketika WP telah dilakukan pemeriksaan oleh DJP tidak menutup kemungkinan WP juga masih akan menghadapi BPK yang sewaktu - waktu akan melakukan pemeriksaan terhadap hak dan kewajiban perpajakannya" seolah - olah dengan hal ini menjadikan Wajib Pajak seperti ladang perebutan pemeriksaan antara DJP dan BPK, pada akhirnya WP sendiri yang akan dirugikan.

Setelah uji materi UU KUP yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi tahun lalu, dan setelah adanya MoU antara DJP dan BPK mengenai pemeriksaan penerimaan pajak sebagai solusi yang saling menguntungkan, karena Ditjen Pajak dapat menjalankan fungsinya dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, sedangkan BPK dapat melakukan fungsinya sebagai auditor eksternal pemerintah. Apakah BPK masih dan akan selalu bersengketa dan mempermasalahkan hal tersebut ?

Menurut hemat saya MoU yang telah disepakati antara BPK dan DJP harus tetap menjadi pegangan kedua belah pihak dengan dasar saling menghormati dan menghargai, DJP memiliki hak konstitusi begitupun dengan BPK, apabila hal tersebut terus menerus disengketakan akan menjadi hal yang kontraproduktif bagi kedua institusi negara ini. DJP harus bisa menjalankan fungsinya dengan baik dan harus "bersih" dalam melakukan tugasnya menghimpun penerimaan negara dari pajak, begitupun dengan BPK dapat menjalankan hak dan kewengannya sebagai auditor eksternal pemerintah, melakukan audit terhadap penerimaan negara dari pajak dengan cara terjun langsung dan akses terhadap wajib pajak bukan satu-satunya cara dan tidak menjamin BPK bisa melakukan audit pajak secara optimal, DJP saja yang sudah bertahun - tahun berpengalaman dalam audit pajak dengan berbagai cara dan inovasi serta modernisasi dan penerapan kode etik didalamnya masih belum bisa optimal melakukannya.

Selamat berkarya bagi segenap kalangan di BPK dan DJP, jadilah lembaga negara yang bersih ! 



Label:

posted by rahman.sur @ 09.50   5 comments
Otak Atik Pasal 36B, 36C,dan 36D
18 Mei 2009
Undang - undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sudah dan sedang berlaku sampai saat ini, sangat positif, sangat fair, dan memberikan kedudukan hak dan kewajiban yang seimbang antara Wajib Pajak dan Fiskus kalau kita tidak mau mengatakan pro WP, bisa dimaklumi karena amandemen yang dilakukan sampai dengan terlahirnya Undang-undang ini kasat mata terlihat dilandasi semangat untuk mereduksi kewenangan pemerintah - djp - yang sangat besar dalam Undang - undang KUP sebelumnya. 

Di antara Pasal 36A dan Pasal 37 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 36B, Pasal 36C, dan Pasal 36D

yang berbunyi sebagai berikut :

pasal 36B

(1) Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.

(2) Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal

Pajak.

(3) Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai

Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh komite Kode Etik yang ketentuannya diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 36C

Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan

Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 36D

(1) Direktorat Jenderal Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.

(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara.

(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Menteri Keuangan.



Masalah Kode Etik bukan lagi masalah baru di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kode etik sudah diterapkan di lingkungan djp secara bertahap dimulai sekitar tahun 2002 ditandai dengan pendirian KPP Wajib Pajak Besar sebagai tonggak awal modernisasi yang terus bergulir dan rampung secara nasional akhir tahun 2008 tentunya dengan penerapan kode etik bagi seluruh pegawai djp.

Komite Pengawas Perpajakan sebagai amanat Undang - undang sampai saat ini belum juga terbentuk, dasar dan atas pertimbangan apa komite tersebut belum terbentuk ini masih menjadi pertanyaan, tetapi desakan terbentuknya komite ini terus menerus disuarakan masyarakat wajib pajak karena komite yang akan terbentuk nanti bisa menjadikan hak dan kedudukan wajib pajak semakin kuat dengan terwakilinya di komite tersebut.

Hal terakhir masalah Insentif bagi DJP atas dasar pencapaian kinerja tertentu, sama dengan nasib Komite Pengawas Perpajakan, tatacara pemberian insentif bagi DJP belum juga ada peraturan pelaksanaannya sebagai salah satu amanat dari Undang - undang KUP.

Kalau masalah Komite Pengawas Perpajakan banyak sekali suara masyarakat yang terdengar melalui corong pengusaha, pengamat perpajakan termasuk para anggota dpr, nasib Insentif DJP nyaris tak terdengar, bahkan di lingkungan internal djp sendiri untuk membicarakannya saja kita hanya bisa "bisik - bisik", ada tidak ya ? kapan ya ? , kalau masalah ada tidak nya pasti "ada" inikan sudah menjadi amanat Undang - undang , tetapi kalau membicarakan kapan hal tersebut akan terealisasi masih abu - abu sampai sekarang, menurut hemat saya kalau hanya "bisik - bisik" pimpinan djp dan pimpinan depkeu sepertinya tidak akan mendengar hal itu ! saya mengharapkan ada suara yang lebih lantang dan keras dari internal djp atau dukungan (sebuah keniscayaan) dari masyarakat, pengamat perpajakan dan anggota dpr untuk ikut menyuarakan hal ini, dengan suara yang lebih keras dan lantang serta dukungan berbagai pihak, hal ini akan semakin cepat direspon dan terealisasi , Amin. 




 

Label:

posted by rahman.sur @ 09.03   1 comments
Tulisan Terakhir

Subscribe to RSS headline updates from:
Powered by FeedBurner

Tulisan Sebelumnya
Arsip
Tautan
Pendukung Blog


Masukkan Code ini K1-7543F3-9
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

BLOGGER

© Mantri Pajak Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures