Undang - undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sudah dan sedang berlaku sampai saat ini, sangat positif, sangat fair, dan memberikan kedudukan hak dan kewajiban yang seimbang antara Wajib Pajak dan Fiskus kalau kita tidak mau mengatakan pro WP, bisa dimaklumi karena amandemen yang dilakukan sampai dengan terlahirnya Undang-undang ini kasat mata terlihat dilandasi semangat untuk mereduksi kewenangan pemerintah - djp - yang sangat besar dalam Undang - undang KUP sebelumnya.
Di antara Pasal 36A dan Pasal 37 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 36B, Pasal 36C, dan Pasal 36D
yang berbunyi sebagai berikut :
pasal 36B
(1) Menteri Keuangan berkewajiban untuk membuat kode etik pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi kode etik pegawai Direktorat Jenderal
Pajak.
(3) Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai
Direktorat Jenderal Pajak dilaksanakan oleh komite Kode Etik yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 36C
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 36D
(1) Direktorat Jenderal Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Masalah Kode Etik bukan lagi masalah baru di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, kode etik sudah diterapkan di lingkungan djp secara bertahap dimulai sekitar tahun 2002 ditandai dengan pendirian KPP Wajib Pajak Besar sebagai tonggak awal modernisasi yang terus bergulir dan rampung secara nasional akhir tahun 2008 tentunya dengan penerapan kode etik bagi seluruh pegawai djp.
Komite Pengawas Perpajakan sebagai amanat Undang - undang sampai saat ini belum juga terbentuk, dasar dan atas pertimbangan apa komite tersebut belum terbentuk ini masih menjadi pertanyaan, tetapi desakan terbentuknya komite ini terus menerus disuarakan masyarakat wajib pajak karena komite yang akan terbentuk nanti bisa menjadikan hak dan kedudukan wajib pajak semakin kuat dengan terwakilinya di komite tersebut.
Hal terakhir masalah Insentif bagi DJP atas dasar pencapaian kinerja tertentu, sama dengan nasib Komite Pengawas Perpajakan, tatacara pemberian insentif bagi DJP belum juga ada peraturan pelaksanaannya sebagai salah satu amanat dari Undang - undang KUP.
Kalau masalah Komite Pengawas Perpajakan banyak sekali suara masyarakat yang terdengar melalui corong pengusaha, pengamat perpajakan termasuk para anggota dpr, nasib Insentif DJP nyaris tak terdengar, bahkan di lingkungan internal djp sendiri untuk membicarakannya saja kita hanya bisa "bisik - bisik", ada tidak ya ? kapan ya ? , kalau masalah ada tidak nya pasti "ada" inikan sudah menjadi amanat Undang - undang , tetapi kalau membicarakan kapan hal tersebut akan terealisasi masih abu - abu sampai sekarang, menurut hemat saya kalau hanya "bisik - bisik" pimpinan djp dan pimpinan depkeu sepertinya tidak akan mendengar hal itu ! saya mengharapkan ada suara yang lebih lantang dan keras dari internal djp atau dukungan (sebuah keniscayaan) dari masyarakat, pengamat perpajakan dan anggota dpr untuk ikut menyuarakan hal ini, dengan suara yang lebih keras dan lantang serta dukungan berbagai pihak, hal ini akan semakin cepat direspon dan terealisasi , Amin.
ah itu hanya isu saja.......