Mantri Pajak

KANAL INFO PRAKTIS PERPAJAKAN

 
Selamat Datang

Rahman.Sur's Profile
Absensi

By: TwitterButtons.com
By TwitterButtons.com


Facebook Badges


ShoutMix chat widget

Statistik

web site traffic stats

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Klinik Mantri Pajak (2) : Penyesuaian Fiskal Positif
25 Mar 2009
Yang dimaksud dengan penyesuaian fiskal positif adalah penyesuaian terhadap penghasilan neto komersial ( di luar unsur penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak ) dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak berdasarkan UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, yang bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial.

Pertama harus mengerti apa itu penghasilan neto komersial ?
Penghasilan Neto Komersial adalah penghasilan neto menurut prinsip akuntansi komersial/keuangan Indonesia, yakni semua penghasilan yang diterima dan atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk penghasilan yang dikenakan PPh final dan yang tidak termasuk Objek Pajak, dikurangi dengan pengeluaran / biaya-biaya sesuai dengan sistem dan metode akuntansi komersial Indonesia yang dianut secara taat azas, sebelum dilakukan penyesuaian-penyesuaian fiskal berdasarkan UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.

Kedua tujuan dilakukannya penyesuaian fiskal positif dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak (PhKP) berdasarkan Undang - undang PPh dan peraturan pelaksanaannya.

Ketiga penyesuaian fiskal positif bersifat menambah penghasilan dan atau mengurangi biaya-biaya komersial.

Berikut ini penyesuaian fiskal positif  yang harus dilakukan : 

Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU PPh, pengeluaran perusahaan untuk pembelian / perbaikan rumah atau kendaraan pribadi, biaya perjalanan pribadi / keluarga, biaya premi asuransi pribadi / keluarga, dan pengeluaran lainnya untuk kepentingan pemegang saham, sekutu, atau anggota, tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, pembentukan atau pemupukan dana cadangan secara fiskal tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi di kemudian hari, secara fiskal diperkenankan, yang terbatas pada : piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi ( financial lease ), cadangan klaim dan cadangan kerugian untuk usaha asuransi, serta cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan ( benefit in-kind ) bukan merupakan penghasilan bagi pegawai yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi kerja tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan. Namun pemberian natura berupa penyediaan makanan / minuman di tempat kerja bagi seluruh pegawai, demikian pula pemberian natura dan kenikmatan di daerah terpencil yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, serta pemberian natura atau kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya ( seperti : pakaian dan peralatan khusus untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan, antar-jemput pegawai, serta akomodasi untuk awak kapal ), dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf f UU PPh, pembayaran gaji, honorarium, dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan kepada pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) UU PPh, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sepanjang jumlahnya tidak melebihi kewajaran. Kewajaran diukur berdasarkan standar yang berlaku umum untuk pekerjaan dengan kualifikasi yang sama yang dilakukan oleh pihakpihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa. Atas selisih yang melebihi kewajarantersebut dapat dikategorikan sebagai pembagian laba.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh, bantuan atau sumbangan dan harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, bukan merupakan penghasilan sepanjang tidak terdapat hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, bagi Wajib Pajak pemberi bantuan atau sumbangan dan harta hibahan tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf h UU PPh, Pajak Penghasilan badan serta kredit pajak bukan merupakan biaya perusahaan.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf i UU PPh, bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi bukan merupakan penghasilan. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip taxability and deductibility, penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf j UU PPh, bagi perseroan komanditer tersebut pembayaran gaji kepada para anggotanya tidak dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Penyesuaian berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf k UU PPh, sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan, serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan bukan merupakan biaya perusahaan.

Penyesuaian terhadap selisih penyusutan dan amortisasi komersial diatas penyusutan dan amortisasi fiskal.

Penyesuaian berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000, dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dapat ditetapkan saat pengakuan biaya dalam hal-hal tertentu dan bagi Wajib Pajak tertentu sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah.

Penyesuaian berdasarkan ketentuan umum Pasal 4 dan Pasal 6 UU PPh beserta peraturan pelaksanaannya, dalam hal :
• terdapat penghasilan yang tidak diakui secara komersial akan tetapi termasuk Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan tidak bersifat final;
• terdapat biaya-biaya perusahaan lainnya atau kerugian yang diakui secara komersial akan tetapi tidak dapat diakui secara fiskal;
• terdapat kerugian usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap ( BUT ) ataupun bukan BUT, setelah dilakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif












 






Label:

posted by rahman.sur @ 13.23  
0 Comments:

Posting Komentar

<< Home
 
Tulisan Terakhir

Subscribe to RSS headline updates from:
Powered by FeedBurner

Tulisan Sebelumnya
Arsip
Tautan
Pendukung Blog


Masukkan Code ini K1-7543F3-9
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

BLOGGER

© Mantri Pajak Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures