Mantri Pajak

KANAL INFO PRAKTIS PERPAJAKAN

 
Selamat Datang

Rahman.Sur's Profile
Absensi

By: TwitterButtons.com
By TwitterButtons.com


Facebook Badges


ShoutMix chat widget

Statistik

web site traffic stats

Langganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Tata Cara Pengkreditan Pajak Luar Negeri
23 Sep 2011
Wajib Pajak dalam negeri terutang pajak atas Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari seluruh penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri (world wide income).

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:
>>> untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut;
>>> untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut;
>>> untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-
undang Pajak Penghasilan, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia.

Jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu tersebut dihitung menurut perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak, paling tinggi sama dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak dalam hal Penghasilan Kena Pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, maka kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:

a. Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri;
b. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; dan
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri tersebut diatas dilakukan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.


Ref. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002







posted by rahman.sur @ 10.42   1 comments
Perlakuan PPN Atas Jasa Charter Pesawat Udara
13 Jun 2011

Dari hasil searching aturan – aturan PPN mengenai Jasa Charter Pesawat Udara ditemukan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997 tentang Perlakuan PPN atas Jasa Charter Pesawat Udara, isi surat tersebut sebagai berikut :

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor THR - 0898 tanggal 26 Nopember 1997 perihal seperti tersebut dalam pokok surat, dengan ini kami berikan penegasan bahwa jasa charter pesawat terbang termasuk sebagai jasa persewaan barang bergerak, bukan termasuk jasa angkutan udara. Dengan demikian apakah pesawat tersebut oleh penyewanya akan digunakan untuk penerbangan di dalam negeri/ke luar negeri atau digunakan untuk tujuan lain, tetap terutang PPN sesuai dengan Pasal 4 huruf c dan e Undang-undang PPN 1984.

===> “jasa persewaan” dalam penjelasan pasal 1 huruf e UU PPN bahwa termasuk dalam pengertian Jasa yaitu semua kegiatan pelayanan dan pekerjaan jasa, antara lain jasa angkutan, borongan, persewaan barang bergerak, persewaan barang tidak bergerak, hiburan, biro perjalanan, perhotelan, jasa notaris, pengacara, akuntan, konsultan, kantor administrasi, dan komisioner.

===> “digunakan untuk penerbangan di dalam negeri/ke luar negeri atau digunakan untuk tujuan lain, tetap terutang PPN” harus hati-hati dalam memahami pernyataan tersebut diatas, jangan sampai jasa air charter baik itu yang dilakukan di dalam negeri / ke luar negeri atau untuk tujuan lainnya secara membabi buta seluruhnya dikenakan PPN.

Beberapa variasi transaksi dan pengenaan PPN yang bisa terjadi :

1)===> Pemberi dan Penerima Jasa Air Charter bertempat kedudukan di dalam daerah Pabean, atas transaksi tersebut dikenakan PPN sepanjang konsumsi (penyerahan jasa) dilakukan di dalam daerah pabean.

2)===> Pemberi Jasa bertempat kedudukan di dalam daerah pabean sedangkan penerima jasa bertempat kedudukan di luar daerah pabean dikenakan PPN sepanjang konsumsi (penyerahan jasa) dilakukan di dalam daerah pabean.

3)===> Pemberi Jasa bertempat kedudukan di luar daerah pabean sedangkan penerima jasa bertempat kedudukan di dalam daerah pabean, sepanjang atas pemanfaatan (konsumsi) jasa dari luar daerah pabean tsb dilakukan dalam daerah pabean di kenakan PPN.

4)===> Pemberi dan Penerima Jasa Air Charter bertempat kedudukan di dalam daerah Pabean, atas transaksi tersebut tidak dikenakan PPN apabila konsumsi (penyerahan jasa) dilakukan di luar daerah pabean.

5)===> Pemberi Jasa bertempat kedudukan di dalam daerah pabean sedangkan penerima jasa bertempat kedudukan di luar daerah pabean tidak dikenakan PPN apabila konsumsi (penyerahan jasa) dilakukan di luar daerah pabean.

6)===> Pemberi Jasa bertempat kedudukan di luar daerah pabean sedangkan penerima jasa bertempat kedudukan di dalam daerah pabean, apabila atas pemanfaatan (konsumsi) jasa dari luar daerah pabean tsb dilakukan tidak di dalam daerah pabean tidak dikenakan PPN.

Mengapa variasi nomor 4, 5, dan 6 tidak dikenakan PPN ?

Dalam Penjelasan Umum Undang – Undang PPN. “Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”. Dari Penjelasan Umum diatas jelas diketahui bahwa prinsip dasar pemungutan PPN yang dianut UU PPN adalah prinsip Tempat Tujuan, karena PPN dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi.

Ketika atas konsumsi jasa sebagaimana variasi transaksi nomor 4, 5, dan 6 dikonsumsi di luar daerah pabean maka atas hal tersebut tidak dikenakan PPN.

Dibagian akhir tulisan ini saya melihat bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-3480/PJ.531/1997 tanggal 15 Desember 1997 tentang Perlakuan PPN atas Jasa Charter Pesawat Udara harus dipahami lebih hati-hati, dan tidak dengan serta merta dijadikan dasar hukum pengenaan PPN terutama menyangkut transaksi lintas batas (cross border transaction) pabean.

Ref:

UU PPN

Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-3480/PJ.531/1997

http://afdalzikri.wordpress.com/2011/04/20/ppn-transaksi-lintas-batas-menurut-uu-ppn/

posted by rahman.sur @ 12.40   2 comments
Bingung Menentukan Apakah Suatu Transaksi Terutang PPN ?
8 Jun 2011
Ada sms masuk dari nomor +62852292418XXX ternyata dari seorang sahabat semasa SMA (beta, sorry bos ada 2 kawan lainnya dengan panggilan sama ), mungkin karena sering berganti handset sehingga kontak nomor nya hilang atau mungkin kawan satu ini juga yang memang berganti nomor, saya sempat tidak mengenalinya dan hampir saja tidak acuh akan sms ini, kebiasaan kalau ada telepon atau sms dari nomor yang tidak dikenal tanpa signature tak pernah saya tanggapi.

Isi sms nya seperti ini “kalau aku jualan ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya. Kena PPN nggak ? tengkyu man. (beta)”

Pertanyaan gampang dengan jawaban yang gampang juga sebenarnya yaitu berupa optional antara kena PPN dan tidak, tetapi untuk menjawab pertanyaan optional seperti ini diperlukan beberapa langkah yang tidak sesederhana jawabannya.

Langkah pertama, Ref. Ketentuan Pasal 4 UU PPN dan Penjelasannya.
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Transaksi yang dilakukan jualan ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya, kita klasifikasikan kedalam kategori a s.d h diatas termasuk kategori yang mana ? jualan ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya = penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. (asumsi kawan ini adalah pengusaha yaitu pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan)

Didalam penjelasan Pasal 4 UU PPN dinyatakan bahwa penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;
b. barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
c. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Langkah kedua, pastikan apakah syarat – syarat pengenaan PPN tersebut diatas dipenuhi atau tidak ?

(Asumsi penyerahan dilakukan didalam daerah pabean dan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan.) ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya merupakan barang berwujud yang memiliki sifat sebagai barang bergerak.

Apakah barang berwujud tersebut merupakan Barang Kena Pajak ? atau termasuk kedalam kelompok barang yang tidak dikenakan PPN (negarive list) ? Tidak dipungut PPN ? atau mendapat fasilitas pembebasan PPN ?

Barang Kena Pajak adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang – undang PPN.

Selanjutnya Ref. Ketentuan Pasal 4A UU PPN dan Penjelasannya , Barang yang tidak dikenakan PPN dikelompokan menjadi :

a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d. uang, emas batangan, dan surat berharga.

Ref. Beberapa peraturan Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas :

a. Kegiatan dikawasan tertentu atau tempat tertentu dalam daerah pabean (contoh : kawasan berikat, ETP, dan TBB)
b. Penyerahan BKP / JKP tertentu (penyerahan antar instansi pemerintah, bukan PKP kepada Pemungut)
c. Impor BKP tertentu (Perlengkapan Militer, Barang Untuk penelitian pengembangan ilmu pengetahuan, ibadah, sosial)
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean


Ref. Beberapa peraturan Pembebasan PPN

a. Impor atau penyerahan BKP / JKP tertentu (contoh : buku pelajaran, kitab suci)
b. Impor dan penyerahan BKP Strategis (listrik, air bersih)


ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya tidak termasuk dalam negative list, PPN tidak dipungut dan Pembebasan PPN.

Sehingga ====> ebook, software, mp3 atau benda2 softcopy lainnya = Barang Kena Pajak
Atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha dikenakan PPN.

Langkah – langkah tersebut diatas bisa dimanfaatkan untuk menentukan jenis – jenis transaksi lainnya apakah dikenakan PPN atau tidak ? Semoga bermanfaat.
posted by rahman.sur @ 09.28   2 comments
Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi Wajib Pajak Kawin Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri
17 Feb 2011
Setelah berhibernasi sekian lama, saya coba hidupkan kembali blog ini, masih tetap dengan spirit dan keinginan menjadikannya sebagai kanal informasi praktis seputar masalah perpajakan.

Pertumbuhan jumlah wajib pajak yang sangat besar terutama selama diterapkannya kebijakan 'sunset policy' dua tahun yang lalu, perlu segera dikelola dengan memberikan edukasi perpajakan bagi wajib pajak - wajib pajak baru ini, terutama wajib pajak orang pribadi yang mengalami pertumbuhan paling besar.

Dalam tulisan ini, kita akan coba sampaikan bagaimana penghitungan pajak penghasilan terutang bagi Wajib Pajak (Orang Pribadi) Kawin Pisah Harta dan/atau Memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (Isteri memiliki NPWP Sendiri).

Kita tilik Ketentuan Pasal 8 Ayat 2 dan 3 Undang - Undang Pajak Penghasilan, berikut ini :

(2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila:
a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.

(3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.

Dalam pengisian SPT Tahunan Wajib Pajak Kawin Yang Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri, baik SPT Tahunan WP (Suami) maupun SPT Tahunan Isteri, harus melampirkan dalam penghitungan tersendiri berupa Lembar Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang bagi Wajib Pajak Kawin Yang Pisah Harta dan/atau Mempunyai NPWP Sendiri.

Contoh Lembar Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang.


A. Jumlah Penghasilan Netto Suami : Rp 482.400.000
B. Jumlah Penghasilan Netto Isteri : Rp 141.000.000
C. Jumlah Penghasilan Netto Suami dan Isteri (A+B) : Rp 623.400.000
D. PTKP ( K/I/1) : Rp 34.320.000
E. Penghasilan Kena Pajak ( C-D) : 589.080.000
F. PPh Terutang : Rp 121.724.000
G. PPh Terutang Suami ( A/C X F ) : Rp 94.192.585
H. PPh Terutang Isteri ( B/C x F ) : 27.531.415
posted by rahman.sur @ 11.11   3 comments
Saat Terutang PPN Atas Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan dan/atau BKP Yang Masih Tersisa Pada Saat Pembubaran Perusahaan
2 Okt 2009
Ketika suatu perusahaan dibubarkan bukan berarti 'bubar' sudah potensi pajak nya, salah satu potensi dan kewajiban perpajakan yang melekat ketika suatu perusahaan dibubarkan yaitu terhutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan/atau persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi.

Untuk menentukan saat terutang pajak atas hal tersebut diatas juga harus diperhatikan saat pembubaran perusahaan terjadi, perusahaan dikatakan bubar ketika secara nyata-nyata perusahaan sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau perusahaan sengaja dibubarkan oleh pemiliknya, bisa juga perusahaan baru bisa dikatakan bubar ketika secara yuridis formal terpenuhi misalnya ditandatanganinya akta pembubaran perusahaan oleh Notaris dan penetapan Pengadilan yang menyatakan suatu perusahaan dibubarkan.

Jadi kapan (saat) atas kejadian tersebut terutang pajak ?

Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan/atau persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat terjadi lebih dahulu diantara saat :

1. ditandatanganinya akte pembubaran perusahaan oleh Notaris;
2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan;
4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut secara nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data dan atau dokumen yang ada.



Sumber : Pasal 13 Ayat 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002

Label:

posted by rahman.sur @ 08.59   2 comments
Aspek Pajak atas Pinjaman Tanpa Bunga : Klinik Mantri Pajak (4)
5 Agu 2009
Dalam praktek umum sebuah perusahaan, perolehan pinjaman tanpa bunga merupakan hal yang mungkin dan dapat terjadi, setelah terlebih dahulu melalui "deal - deal", kesepakatan dan catatan kedua belah pihak yang bertransaksi.

Pihak pemberi pinjaman tanpa bunga ini umumnya berasal dari para pemegang saham perusahaan tersebut atau dari pihak - pihak yang memiliki keterikatan dan hubungan istimewa dengan perusahaan secara langsung maupun tidak langsung, dan sangat jarang terjadi berasal dari pihak lain diluar perusahaan.

Pinjaman perusahaan tanpa bunga dari para pemegang saham, atau pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan dapat dianggap wajar dari aspek perpajakan dan tidak perlu dilakukan koreksi apabila :

1. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa milik pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
2. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor seluruhnya.
3. Pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa tidak dalam keadaan merugi.
4. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya.

Apabila salah satu dari keempat unsur tersebut tidak terpenuhi, maka atas pinjaman tersebut dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan tingkat bunga wajar.



Sumber :
Disarikan dari Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor : S-165/PJ.312/1992


Label:

posted by rahman.sur @ 10.54   0 comments
Klinik Mantri Pajak (3) : Mengisi Status dan Jumlah Tanggungan Keluarga Untuk PTKP
10 Jun 2009

Mengisi Status dan Jumlah Tanggungan Keluarga untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),bagi sebagian Wajib Pajak (WP) sering tidak mendapatkan perhatian , akibatnya banyak ditemukan data Status dan Jumlah Tanggungan Keluarga untuk PTKP tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan yang sebenarnya ketika dilakukan penelitian dan penelusuran dalam proses pemeriksaan.


Hal - hal berikut ini harus dijadikan titik perhatian ketika akan mengisi Status dan Jumlah Tanggungan Keluarga Untuk PTKP :


Status ditentukan menurut keadaan pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri dalam tahun takwim yang bersangkutan.

Jumlah tanggungan keluarga yang berhak mendapatkan pengurangan PTKP, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap Wajib Pajak, siapa saja yang berhak menjadi tanggungan tersebut ? berdasarkan Pasal 7 Ayat 1 Undang - undang PPh dapat disimpulkan bahwa tambahan tanggungan diberikan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya. Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.Jumlah tanggungan keluarga tersebut ditentukan menurut keadaan pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri dalam tahun takwim yang bersangkutan.


Bagi karyawati dengan status kawin, PTKP yang dapat dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri (TK/0) kecuali ada keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun takwim yang bersangkutan. Dalam hal demikian, maka PTKP yang dapat dikurangkan selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.


Bagi karyawati status tidak kawin, PTKP yang dapat dikurangkan selain untuk dirinya sendiri juga PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.



Penjelasan :

(K/I/...)

berarti status kawin, isteri mempunyai penghasilan, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

(PH)

berarti status Wajib Pajak kawin yang pisah harta dan penghasilan.



K/0

berarti status kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga;

TK/0

berarti status tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan keluarga atau karyawati status kawin yang suaminya menerima atau memperoleh penghasilan dalam tahun takwim ybs;

K/1,...

berarti status kawin dan mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 1 (satu) orang;dan seterusnya

TK/1,...

berarti status tidak kawin tetapi mempunyai tanggungan keluarga sebanyak 1 (satu) orang; dan seterusnya.

HB/...

berarti Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah banyaknya tanggungan yang mendapat pengurangan PTKP.

Label:

posted by rahman.sur @ 09.15   3 comments
Tulisan Terakhir

Subscribe to RSS headline updates from:
Powered by FeedBurner

Tulisan Sebelumnya
Arsip
Tautan
Pendukung Blog


Masukkan Code ini K1-7543F3-9
untuk berbelanja di KutuKutuBuku.com

BLOGGER

© Mantri Pajak Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Car Pictures